Pemain aplikasi penghasil uang yang marak belakangan ini mungkin sangat benci ketika melihat foto dibawah ini. Bagaimana tidak bapak ini selalu nyinyir pada setiap video yg membahas aplikasi berbau "Money Game" yang mungkin menjadi mata pencaharian yg "Gurih" selama pandemi corona. Bagaimana sih jejak digital Pak Tua yg selalu berpenampilan necis ini ?
Pada 2007 saya dapatkan artikel di detik com yang membahas pelaporan masyarakat yg terdampak pembangunan jalan tol melawan pemerintahan SBY-JK saat itu. Saluran bagi pengguna jalan tol yang ingin menggugat secara class action PT Jasa Marga menyusul sistem tarif JORR yang mencekik leher telah terbuka.
Tjandra Tedja 'membuka pendaftaran'.Tjandra adalah warga Bintaro Sektor 9 yang tiap hari memanfaatkan jalur tol untuk ke Jakarta. Dia juga geram karena harus merogoh kocek lebih dalam lagi setelah tarif baru JORR diberlakukan 28 Agustus lalu.Tjandra mengajak pengguna tol melalui YLKI untuk menggugat class action Jasa Marga dan Menteri PU atas kenaikan tol yang di luar perkiraan. Ajakan Tjandra ini tersebar di lewat internet dan SMS.Bagaimana cara untuk berpartisipasi? "Bawa fotocopy KTP bolak-balik Anda di kertas A4 dan tanda tangani lampiran tanda tangan di Jl. Kucica X, Blok JF6/8, Bintaro Jaya Sektor 9 mulai tanggal 31 Agustus - 4 September 2007.
Dibutuhkan minimal 1.000 tanda tangan untuk menggolkan class action ini," begitu pesan lewat e-mail yang diterima detikcom, Kamis (30/8/2007).Saat dihubungi detikcom, Tjandra membenarkan bahwa dia siap mengkoordinir gugatan itu dengan bantuan YLKI. "Telepon saya krang kring terus sejak tadi menanyakan hal itu," ujarnya.Tjandra siap menerima membeludaknya calon penggugat. "Itu akan membuktikan bahwa banyak yang protes," katanya.
Melawan Penyedot Pulsa Lewat *# USSD
Perputaran uang dari penyedotan pulsa itu terbilang besar. YLKI memperkirakan melebihi Rp 100 miliar per bulan. Angka ini cukup masuk akal. Salah seorang pengusaha penyedia layanan konten menuturkan, ada satu pemilik enam perusahaan konten bisa mendapat omzet Rp 30 miliar dari satu operator.
Kata-kata kreatif yang menarik dalam pemasaran itu, bagi Direktur Operasional Indonesian Mobile and Online Content Provider Association Tjandra Tedja, sah-sah saja, tetapi belakangan cenderung terlalu vulgar dan mengarah ”pembohongan” pengguna telepon seluler. Operator dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), katanya, bisa menekan perilaku nakal pengusaha konten itu.
Operator bisa membentuk divisi khusus yang memantau bahasa promosi dari penyedia konten. Keluar biaya, sudah tentu. Namun, operator juga untung lumayan besar dari bisnis ini. Operator bisa mendapat 40-60 persen bersih dari pendapatan konten. Selain itu, operator juga mendapat bayaran dari penyedia konten untuk setiap SMS yang dikirim ke pengguna.
”Sebelum memulai kerja sama, pengusaha konten membuat proposal ke operator. Biasanya sudah termasuk jenis tawaran konten, biaya, dan waktu pengiriman. Isi yang hendak dikirim bisa disensor oleh operator,” tutur Tjandra.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar