Sejarah hadirnya teknologi GSM di Indonesia hingga berdirinya PT Telekomunikasi Selular tidak dapat dipisahkan dari peran penting almarhum Bapak Habibie.
Pada tanggal 14 Juli 1993, sejumlah direksi PT Telkom menghadap beliau yang saat itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Republik Indonesia.
Di atas sehelai kertas, beliau menuliskan persetujuan dan penerapan GSM sebagai standar teknologi seluler Indonesia. Tulisan ini yang kemudian menjadi referensi dari sebuah langkah besar migrasi teknologi dan pengembangan industri seluler analog ke digital di Indonesia.
Empat belas bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 2 September 1994, Bapak Habibie meresmikan pengoperasian Telkomsel GSM di Pulau Batam.
Pada saat itu, Telkomsel merupakan nama produk dari PT Telkom. Sebagai Menristek, beliau melakukan percobaan teknologi GSM dengan melakukan hubungan telepon dari GSM Telkomsel perdana, dari Batam ke Jakarta dan London.
Berangkat dari dua momen penting tersebut, Telkomsel GSM kemudian dipersiapkan dan dikembangkan menjadi sebuah operator seluler, hingga akhirnya pada 26 Mei 1995, lahirlah PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel).
Sejak peristiwa bersejarah di Batam, sosok B.J. Habibie sejatinya merupakan pelanggan pertama Telkomsel.
Namun sebagai bentuk penghormatan yang terdalam atas kontribusi beliau, Telkomsel kemudian memberikan penghargaan kepada Bapak Habibie sebagai pelanggan Telkomsel ke-100 juta pada perayaan pencapaian Telkomsel di tahun 2011.
Bapak Habibie juga pernah menyampaikan sebuah pesan berharga bagi keluarga besar Telkomsel. “Telkomsel adalah anak dan cucu ideologis-intelektual saya. Teruslah memberikan yang terbaik untuk bangsa”, pesan almarhum pada hari jadi Telkomsel yang ke-21 pada tanggal 26 Mei 2016.
Telkomsel sendiri menyumbang sekitar 70 persen dari laba Telkom. Meski kontribusi laba Telkomsel sangat besar, Telkom juga masih harus berbagi keuntungan dengan Singapore Telecom atau Singtel. Diberitakan Harian Kompas, 27 Mei 1995, Telkomsel merupakan perusahaan seluler pertama di Indonesia yang dibentuk dari patungan modal dua BUMN telekomunikasi saat itu. Usaha patungan PT Telkom dan PT Indosat melebarkan sayap lewat jaringan komunikasi selular GSM (global system for mobile communication) akhirnya baru terwujud di tahun 1995.
Dengan modal dasar Rp 650 miliar, usaha patungan yang membentuk PT Telkomsel itu dinyatakan resmi berdiri pada medio 1995 silam. "Sebagai pendatang baru, PT Telkomsel ini akan menjadi mitra sekaligus pesaing bagi Telkom maupun Indosat sendiri serta semua unit usaha yang sudah ada sebelumnya," ujar Setyanto kala itu.
PT Telkomsel akan merambah seluruh kota di Jawa, mulai dari Jakarta, Surabaya sampai ke Denpasar. Untuk tahun 1995, diharapkan warga Jakarta sudah bisa menikmati fasilitas GSM Telkomsel dan secara bertahap akan mengambil wilayah nasional pada 1998. Kehadiran PT Telkomsel akan menambah ramai pasar telepon selular GSM, mengingat sebelumnya PT Satelindo juga sudah masuk ke Indonesia, dimulai dari Jabotabek yang nyaris tanpa blank spot (wilayah kosong yang tidak terliput).
Dalam perusahaan patungan itu, PT Telkom menanamkan modal sebesar Rp 66,6 miliar (51 persen) sedangkan PT Indosat (49 persen), hampir sama yaitu Rp 63,9 miliar, sehingga total saham yang dipegang keduanya mencapai Rp 133,5 miliar. "Kami optimis untuk mengharap PT Telkomsel ini bisa memberi dividen dalam satu-dua tahun," harap Setyanto. Segera setelah resmi beroperasi, Telkomsel mengoperasikan 6.000 SST (satuan sambungan telepon) di Medan.
Dari ibu kota Sumatera Utara itu, Telkomsel akan merambah Padang dan selanjutnya akan ada di semua ibu kota propinsi. Pecah kongsi Belakangan, Indosat dan Telkom memutuskan tak lagi melanjutkan kerja sama lewat Telkomsel. Kedua perusahaan sepakat menukar saham dengan anak usaha masing-masing.
Diberitakan Harian Kompas, 11 Mei 2001, disepakati transaksi bisnis PT Indosat dan PT Telkom menyangkut pembelian 35 persen saham PT Indosat di PT Telkomsel oleh PT Telkom senilai 945 juta dollar AS. Lalu penjualan 22,5 saham PT Telkom di PT Satelindo kepada PT Indosat senilai 186 juta dollar AS, penjualan 37,66 persen saham PT Telkom di PT Lintasarta senilai 38 juta dollar AS, dan pengalihan hak dan kewajiban PT Telkom di Unit KSO Divre IV Jateng/DIY kepada PT Indosat senilai 375 juta dollar AS.
Untuk transaksi ini PT Telkom harus membayar tunai kepada PT Indosat sebesar 346 juta dollar AS dan berikutnya pembayaran dalam rupiah senilai 177 juta dollar AS, selambat-lambatnya 1 Juli 2001. Menurut Direktur Keuangan PT Telkom saat itu, Mursjid Amal, untuk transaksi bisnis ini PT Telkom harus membayar pajak Rp 1,5 triliun sementara PT Indosat sebesar Rp 3,5 triliun.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar