Bayangkan ini: kamu adalah startup Silicon Valley dengan ide bagus untuk sistem cryptocurrency baru. Mungkin kamu ingin merampingkan sistem pembayaran jasa penitipan anak/babysitter dari para orang tua agar bisa digital dan terenkripsi. WOW ide yang bagus! Sebut saja BabyCoin. Satu-satunya masalah adalah kamu membutuhkan orang untuk memberi kamu uang sehingga kamu benar-benar dapat menjadikannya " mata uang ". Sekarang, kamu dapat pergi ke bank atau mencoba mendapatkan investor pemodal ventura, tetapi bagaimana jika kamu dapat mengumpulkan uang tanpa harus melepaskan kepemilikan kamu atas perusahaan? Masukkan saja perusahaanmu menjadi ICO.
Begini cara kerjanya. Kamu membuat dokumen yang pada dasarnya merinci dengan tepat bagaimana sistem akan bekerja (biasanya disebut white paper atau business plan), membuat situs web yang cantik, dan menjelaskan mengapa itu ide bagus yang bisa sangat berguna. Kemudian, kamu meminta orang untuk mengirimi kamu uang (biasanya Bitcoin atau Ethereum, tetapi kamu juga dapat mengambil fiat / mata uang umum) dan sebagai gantinya, kamu mengirim mereka kembali beberapa BabyCoin. Mereka berharap BabyCoin akan banyak digunakan dan beredar tinggi, yang akan meningkatkan nilai mata uang.
Penting untuk dicatat bahwa, tidak seperti penawaran umum perdana (IPO), berinvestasi dalam ICO tidak akan membuat kamu memiliki saham kepemilikan perusahaan tempat kamu memberikan uang. Kamu bertaruh bahwa mata uang yang saat ini tidak berharga yang kamu bayarkan akan meningkat nilainya nanti dan menghasilkan uang bagi kamu.
TAPI SETAHUN KEMUDIAN BISNIS MULUK MULUK MU TIDAK JALAN DAN BABYCOIN TIDAK MEMPUNYAI HARGA LAGI . KAMU DIKEJAR RIBUAN INVESTOR YANG MARAH INGIN UANGNYA KEMBALI !
Viplus aka V+, sebuah bisnis baru yang cukup heboh belakangan ini. Kefenomenalan V+ ini tentu tak jauh dari pendahulunya Vtube, yang menuai kontroversi pasca diblokir oleh kominfo dan SWI atas kecurigaan skema ponzi atau lebih dikenal sebagai money game. Manajemen Vtube sebenarnya sudah diberikan waktu oleh dua lembaga negara tersebut untuk memperbaiki sistem mereka terkait kecurigaan atas skema ponzi tersebut. Namun alih-alih memperbaiki, manajemen justru merilis produk baru yang bernama V+.
Sebelum Vtube ditutup pemerintah, para member sangat diuntungkan dengan adanya VIEW POIN atau VP sebagai upah yang akan didapatkan para pengguna aplikasi setelah menjalankan misi "menonton iklan". Tidak ada pekerjaan semudah ini memang, rebahan saja sudah dapat uang apalagi mempunyai modal investasi untuk upgrade ke level anggota yang lebih tinggi. Ini merupakan unsur kenapa Vtube sampai banyak digemari kaum rebahan.
Kemudian berubahlah Vtube menjadi fase kedua yang dianggap sebagai fase e-commerce menjadi Viplus. Padahal ini merupakan salah satu trik atau jalan cuci tangan yang umum dan sering dilakukan para pemain atau leader investasi bodong ketika bisnisnya macet, atau sekedar ingin menikmati uang member dan membawa lari investasinya. Kenapa Viplus dianggap sebagai pencucian tangan manajemen dari Vtube yang ditutup pemerintah ?
Yang paling gampang di telaah adalah, V+ hanya menjual produk yang WAJIB dipesan melalui website mereka, padahal produk itu merupakan produk dari MLM lain yang dikemas lagi oleh mereka. Terlebih lagi sih, harga eceran yang mereka tetapkan jauh diatas harga asli produk serupa, yang bisa didapatkan di marketplace besar yang sejak dulu ada. Bobroknya lagi, produk ini tidak boleh dijual oleh member melalui marketplace! Secara tidak langsung, manajemen memerintahkan membernya yang selama ini bisa dapat duit dengan rebahan nonton iklan menjadi SALES DOOR TO DOOR! Kejam benar...
Bicara soal e-commerce yang mereka katakan, penulis sebenarnya juga kejang-kejang karena menahan tawa atas gagasan tersebut. Mereka mengatakan akan membuka e-commerce, menjual produk ke member, lalu membiarkan member menjual produk tersebut secara door to door tanpa perantara marketplace lain? Bukannya mereka perusahaan big data, kenapa tidak buat saja marketplace sendiri agar member nyaman menjual produk-produknya? Kalau marketplacenya belum selesai, untuk apa buat form PO lebih dahulu? Apalagi yang sebenarnya member tunggu adalah Vtube 3.0, bukannya bisnis lain yang digadang sebagai fase 2.
Yang menjadi sorotan utama dari fase 2 ini, yaitu program Mega Copy. Program ini sendiri merupakan “tawaran” dari pihak manajemen untuk membuat peringkat di akun V+ menjadi sama dengan peringkat akun Vtube. Namun ini tidak gratis, member diwajibkan membayar sebesar 150 PP (Uang monopoli baru lagi nih) yang senilai dengan 300-400 ribu rupiah! Tau apa yang lebih gila? VP yang selama ini digadang akan dibeli perusahaan TIDAK BISA DIGUNAKAN UNTUK PROGRAM MEGA COPY INI!
Padahal jika perusahaan memang memiliki niat baik untuk membeli VP para member seperti janjinya dulu, menerima VP mereka sebagai PP sekarang adalah kesempatan yang sangat bagus untuk membuktikan hal tersebut! Namun alih-alih menerima VP, manajemen lebih memilih rupiah dibandingkan produk mereka sendiri. Mau tau yang lebih ironis? Para member yang seolah terhipnotis dan berduyun-duyun merogoh kocek mereka untuk membeli PP! Padahal seperti gambar diatas, VP yang dihasilkan dari VTUBE kini hanya dapat di konversi menjadi SP (Shopping Poin) yang merupakan potongan harga maksimal 60rb rupiah setiap anda membeli barang di viplus.
Membagongkan sekali bukan ? Walau kelihatannya VP dihargai 15rb per 1 VP tapi kalau dihitung lagi, karena manajemen sudah untung dari harga markup produk MLM nya , ya tetap aja VP menjadi koin sampah yang akan membuat member Vtube yang sudah FAST TRACK menjadi gigit jari.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar