Dunia telekomunikasi seluler kalau kita ingat dimulai dari jaman handphone segede batu bata - AMPS, sudah memasuki usia 30an, dan ini usia yg cukup dewasa menjadi pendukung perekonomian negara tercinta ini. Semenjak Telkom dengan elegan nya merelakan monopolinya di dunia telekomunikasi, maka berbagai pihak berlomba-lomba menyedot madu dunia telco dan boomingnya terasa sekali saat tahun 2000 GSM dengan SMS nya menjadi pundi-pundi uang (dengan jumlah digit fantastis per hari nya) dilanjut dengan era internet - medsos dan gaming pada tahun-tahun ketika smartphone hadir. Tapi yang tetap klasik semenjak dulu itu adalah ada bagian episode pengisian "PULSA" prabayar yang menjadi cara pembayaran hampir 95% pengguna jaringan seluler.
Dan sadarkah anda kalau bisnis pengisian pulsa itu cenderung berbentuk PIRAMIDA ? Coba perhatikan gambar dibawah ini.
Berdasarkan per undang-undangan yang berlaku, Pengusaha Kena Pajak adalah seorang pengusaha / bisnis / perusahaan yang memenuhi kriteria berikut:
- Memiliki pendapatan bruto (omzet) dalam 1 tahun buku mencapai Rp 4,8 miliar. Tidak termasuk pengusaha / bisnis / perusahaan dengan pendapatan bruto kurang dari Rp 4,8 miliar, kecuali pengusaha tersebut memilih dikukuhkan jadi Pengusaha Kena Pajak.
- Melewati proses survey yang dilakukan KPP atau KP2KP tempat pendaftaran
- Melengkapi dokumen dan syarat pengajuan PKP atau pengukuhan PKP.
Atau kalau mau gambar yang lebih jelasnya seperti ini :
Nah..jelas bukan? Kalau dipikir pengusaha server pulsa kelas atas seperti agen PPOB pasti ada syaratnya ber badan usaha sehingga perpajakannya terang benderang disana. Yang terlihat gelap adalah para MASTER DEALER yang pada piramida penjualan pulsa biasanya bergerak secara sembunyi-sembunyi namun memutar uang yang sangat BESAR ! Inilah oleh pihak kemenkeu yang akan dijadikan objek penerimaan pajak baru.
Yang dikenakan adalah PPH 22 sebesar 0.5 % dari nilai selisih penjualan pulsa, dari mereka pemain pulsa yang berada di tingkat piramida ke 2 kebawah. Aturannya sedikit ribet memang untuk PPH 22, saya pun kadang hanya meng-iyakan saja jika dipotong jasa pekerjaannya oleh pemberi kerja, karena PPH 22 tidak bersifat final jadi pasrah aja menurut si pemungut PPH.
Bagaimana dengan kios pulsa sekelas toko klontong di kampung ? Ya harus tertib dong, kalau tokonya beromset 4.8 milyar setahun otomatis pasti berada dalam radar perpajakan KPP terdekat dan ini banyak manfaatnya lhoo jika usaha anda ber PKP, karena saat pandemi gini maka ketika ada bantuan usaha maka legalitas sangat diperlukan. Sedangkan jika usaha kios rumahan umumnya AMAN dari segala pajak yang dikeluarkan dirjen pajak.
Pengguna bisnis telco di bagian akhir yaitu masyarakat tak perlu khawatir, karena sebenarnya setiap pembelian pulsa sudah dipotong pajak PPN nya dari tingkat operator seluler (piramida paling atas) sehingga harga tidak mungkin dinaikkan. Yang menjadi heboh belakangan ini adalah ulah beberapa orang, oknum pemain pulsa, yang ingin memanfaatkan momen demi meningkatkan harga jual pulsa dimasyarakat. Ya kita harusnya pemain kios pulsa dapat berpikir jernih setelah membaca tulisan saya ini.
SEMOGA BERMANFAAT
Tidak ada komentar:
Tulis komentar